Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Peran Psikologi Pendidikan dalam E-learning

  • Kamis, 13 Januari 2011
  • Debi Fadilah


  •             Menjadi tugas ilmuwan atau orang yang berkecimpung pada dunia psikologi pendidikan untuk terus mengikuti perkembangan peserta didik. Tidak dipungkiri lagi bahwa peserta didik pada saat ini sudah sangat melek terhadap teknologi,  media informasi dan komunikasi, yang bahkan jauh meninggalkan pengetahuan guru terhadap hal tersebut.
    Perkembangan teknologi dan informasi seperti kita ketahui memiliki dampak positif yang sangat banyak, salah satunya membuat hidup menjadi lebih efektif dan efisien. Namun dampak negatifnya juga tidak tanggung-tanggung. Kita tidak bisa menutup mata, atau overprotektif kepada peserta didik tentang perkembangan media teknologi yang ada saat ini, karena hal ini sudah terpapar demikian besar terhadap peserta didik kita, misalnya facebook, dll.
                Perhatian pemerintah terhadap hal ini menurut saya juga sudah tergolong memadai, dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah yang menggunakan koneksi internet di sekolah, pembekalan satu guru satu laptop, dan konten-konten aplikasi yang telah dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional sendiri.
    Pertanyaannya sekarang dimana peran konkrit kita sebagai psikolog pendidikan? Menurut saya salah satu peran yang dapat kita lakukan adalah tetap fokus kepada manusia (individu), bagaimana memahami perilaku individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar dalam era globalisasi perkembangan media dan teknologi saat ini.
    Pada prinsipnya menurut saya tugas kita adalah untuk membantu menyeimbangkan perkembangan teknologi yang sudah demikian pesat dengan perkembangan individu (siswa) itu sendiri dan mencanagnkan suatu proses pendidikan dengan hal-hal yang positif, dan menarik , misalnya antara lain :
    -       E-learning juga tetap menggunakan ilmu perkembangan anak dalam proses belajar, misalnya dalam membuat bahan ajar e-learning. Mulai dari tahap pra-operasional, operasional konkrit, dan bahkan operasional formal. Bahan-bahan ajar dan tugas tetap disesuaikan dengan tahapan kognitif anak.
    -       Misalnya, anak yang berada pada tahap belajar operasional konkrit, dan cenderung dengan tahap pertimbangan moral konvensioanal atau bahkan pra konvensional, masih memerlukan pengawasan dari orangtua dan guru. Dalam hal ini psikolog pendidikan dapat menyarankan untuk memblokir situs-situs yang tidak mendidik pada sekolah-sekolah yang telah memiliki koneksi internet. Walaupun hal yang sangat diperhatikan terlebih dahulu adalah membangun motivasi internal pada diri peserta didik agar tidak terjerumus pada hal-hal demikian.
    -       Peran yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan masukan terhadap konten-konten program e-learning yang efektif dan menarik bagi anak.
    -       Bersambung…..

    E-Learning dan Teori Belajar Konstruktivisme

  • Debi Fadilah
  •           Istilah e-learning mengandung pengertian yang sangat luas, salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley (2001) yang menyatakan bahwa e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.

              Menurut Clark & Mayer (2008) definisi e-learning memiliki beberapa elemen, antara lain:
    1. E-learning memasukkan baik konten, yaitu informasi, dan metode instruksional, yaitu teknik, yang membantu orang mempelajari konten belajar.
    2. E-learning didistribusikan melalui komputer dalam bentuk kalimat dan gambar. Pendistribusiannya dapat dalam bentuk asynchronous yang didesain untuk belajar secara individu dan dalam synchronous yang didesain dengan bimbingan dari instruktur secara langsung.
    3. E-learning ditujukan untuk membantu pelajar mencapai tujuan belajarnya atau melakukan pekerjaannya. 
              Dari definisi yang muncul dapat kita simpulkan bahwa e-learning merupakan sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar. Konsep e-learning adalah system yang berfungsi sebagai mediator dan katalisator dalam belajar, sama halnya dengan fungsi guru dalam sekolah konvensional.
              E-learning berdasarkan uraian di atas memandang proses belajar adalah sebagai suatu proses yang aktif. Dengan demikian hal ini sangat sejalan dengan teori belajar konstruktivisme. Teori konstruktivisme adalah teori yang berpendapat bahwa pembelajaran terjadi melalui suatu proses membangun pengetahuan dari diri siswa, yang umumnya dipengaruhi oleh pengajar, materi ajar dan siswa itu sendiri. Menurut teori ini belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi arti, wacana, dialaog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Dalam konsep konstruktivisme semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri.

              Teori konstruktivisme dikembangkan oleh beberapa tokoh antara lain; Jean Piaget, John Dewey, dan Von Graselfeld. Pandangan penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan ditransfer ke pembelajar. Kebanyakan dari teori seperti ini berakar dari filsafat Jhon Dewey.

              Penganut aliran konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun pengetahuannya dari pengalaman belajarnya sendiri, belajar dilihat sebagai suatu proses yang aktif. E-learning dengan konsep belajar aktifnya dapat menjadi salah satu contoh pola pembelajaran konstruktivisme, dengan cara pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. Dari sini siswa atau masyarakat umum dapat menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut untuk memperoleh segala jenis informasi di dalamnya.

              Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, yang sekarang ini dikenal dengan sebutan PUSTEKKOM sebagai salah satu pusat yang berada langsung di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional juga memiliki beberapa program dalam upaya mengembangkan konsep belajar e-learning, yang dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan, salah satu programnya diberi nama Curriki.
    Curriki adalah sebuah lingkungan online yang dibuat untuk mendukung perkembangan dan pendistribusian bebas dari materi pendidikan kelas dunia kepada siapa saja yang memerlukan. Nama ini adalah permainan kombinasi dari 'curriculum' dan 'wiki' sebagai sebuah teknologi yang dipakai untuk membuat pendidikan dapat diakses secara universal.

              Curriki merupakan salah satu implementasi dari konsep belajar e-learning, yang memenuhi kaidah dimana e-learning menciptakan solusi belajar formal dan informal. Dengan fasilitas Curriki ini setiap orang baik siswa maupun guru dapat mengakses materi pendidikan kelas dunia, karena e-learning menyediakan akses ke berbagai macam sumber pembelajaran dan hal ini dapat dilakukan siswa secara informal. Dengan system ini pula siswa juga dapat belajar secara aktif dan dapat berinteraksi dengan materi secara langsung, siswa dapat mengkonstruksi atau membangun pengetahuan dari hasil pengalamannya sendiri atau belajar mandiri.

    Daftar Referensi :
    Darin E.Hartley, Selling E-Learning, American Society for Training and Development. 2001
    Clark R.C, & Mayer R.E,, e-Learning and the Science of Instruction. Proven Guidelines for Consumers and Designers of Multimedia Learning: 2008
  • Rabu, 05 Januari 2011
  • Debi Fadilah
  • Smoga selalu bersama ^_______^  ( this my big smile)

    Media Pendidikan & Pendidikan Media

  • Rabu, 22 Desember 2010
  • Debi Fadilah


  •             Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi media tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pendidikan juga merupakan proses komunikasi. Maka media pendidikan sendiri adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

    Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach & Ely dalamIbrahim, et.al., 2001) adalah sebagai berikut :
    1. Pertama, kemapuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan kembali suatu obyek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.
    2. Kedua, kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat pula diulang-ulang penyajiannya.
    3.  Ketiga, kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau Radio.
    Namun dalam pemilihan media, kita harus memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep. Maka dari itu hal yang pertama sekali yang harus kita lakukan adalah melakukan pendidikan terhadap media itu sendiri. Pendidikan media sendiri dapat kita artikan sebagai suatu proses yang berkelanjutan untuk memahami, menganalisa, mengembangkan dan berevolusi terhadap suatu media. 

    Beberapa contoh media yang dapat dipelajari, contohnya
    1.  Media visual, seperti gambar, diagram, film slide dll
    2. Media audio, seperti radio, rekaman suara, dll
    3.  Media audio-visual, seperti video, atau film, dll

    New Blog : D

  • Rabu, 15 Desember 2010
  • Debi Fadilah
  • Trying ^_*
  • Debi Fadilah
  • Ahlan wa Sahlan.....